Selasa, Mei 06, 2014

SCORE-ORIENTED vs VALUE-ORIENTED



Pernahkah kalian mendapati huruf C tercantum di Kartu Hasil Studi (KHS) kalian? Apa yang kalian lakukan saat pertama kali melihatnya? Marah? Kesal? Atau diam saja? Yang paling banyak dijumpai adalah jawaban pertama dan kedua: marah dan kesal. Tapi bagaimana bila kalian mendapati hal yang kurang dimengerti selama perkuliahan berlangsung, apa yang akan dilakukan? Kemungkinan lebih dari 75% hanya diam saja. Nah, itulah yang dinamakan score-oriented dan value-oriented. Secara sederhana, score-oriented adalah sebutan untuk sikap yang dimiliki oleh mereka yang sangat terobsesi dengan simbol-simbol keilmuan. Sebaliknya, value-oriented merupakan ungkapan yang merujuk pada sikap yang dikedepankan oleh mereka yang lebih mementingkan substansi atau isi dari apa yang dipelajari.
Bibit yang berbeda akan mengahasilkan buah yang berbeda. Begitu juga dengan dua sudut pandang tersebut, baik score-oriented dan value-oriented pasti akan menghasilkan ‘produk’ yang berbeda. Mereka, para pelajar, yang terus menerus dididik dengan menanamkan sikap score-oriented, yaitu terpaku pada simbol-simbol standar seperti nilai, toga, ijazah, dan piagam, akan tetap mematok kualitas mereka dari hal-hal semacam itu. Bahkan negara ini pun sepertinya mendukung sekali bertahannya sikap score-oriented. Hal ini dapat dilihat dari masih berlakunya sistem Ujian Nasional (UN), dimana mereka yang lulus adalah siswa-siswa yang meraih nilai diatas nilai standar yang telah ditentukan. Padahal, yang akan mereka bawa di kehidupan nyata nantinya adalah ilmu mereka, keterampilan, soft skills, serta hal-hal lain yang lebih dari sekedar simbol. Sebaliknya, mereka yang berpandangan value-oriented menganggap keberhasilan merupakan hal yang diukur dari sisi pemahaman. Mereka akan berpikir 30 kali dulu sebelum komplain atas nilai C yang muncul di KHS. Tapi, sebaliknya, mereka akan sangat tanggap terhadap persoalan-persoalan yang mereka belum pahami. Mereka akan bertanya pada guru, bahkan mereka akan telusuri perpustakaan dan internet untuk mendapatkan jawabannya.
Demikianlah mengenai score-oriented dan value-oriented. Tentu banyak bermunculan pro dan kontra ketika membicarakan mengenai dua cara pandang tersebut. Namun tak ada gunanya menghabiskan energi memperdebatkan itu. Lebih baik kita membuka mata, hati, dan pikiran untuk menentukan sikap mana yang akan menuntun masa depan kita menjadi lebih cerah, score-oriented atau value-oriented. Apa pilihan anda?
Written by Mutia Retno Maharti
May 4, 2014

Rabu, Desember 04, 2013

UNLIMITED WORLD



UNLIMITED WORLD
World is a place where we depend on our live. As we know that the earth is round, and it means that there is no tip there. It is also happened to the world. There is no limitation here. This world is very wide, as wide as we see through the sky. People say that it is unlimited world.
I personally think that the unlimited world concerns about knowledge rather than other fields. That is because I think that knowledge is wide, very wide. There is a term, long live education. In my opinion this is very interesting. In my own words, I can just say that this is such a continually learning or maybe unstoppable learning.
There is one thing that makes this interesting, we are able to learn from everything. Everything we found, seen, felt, are the teacher of our learning process. We take from a song, for example. From a song, we can learn about language, about living meaning, and of course we know about the song.
Now let’s talk about the long live education. Personally I think long live education means that the learning process run continually and unstoppably. We are learning now, so did yesterday, and so will we tomorrow. Every single time is the time for studying, learning, and practicing. When we are child, we learnt how to say something; when getting older, we learnt how to determine something; when getting older, we learnt how to comprehend a thing, etc.
Talking about the sources, it cannot be loosed from the process of learning itself. There are a number of resources provided. Not only books but also other things can be the sources. For instance, a bike, from a bike we are able to learn how to get a balance. We need to balance each of our activities. Or even we can learn from the ants. Ants are the animal which have a good relationship one another. So should we in our nexus amongst each others. The most extreme one I think is that we can learn from the bacteria. The bacteria are the most flexible creature of all. They are able to live, even breed, in every occasion and condition. So should we, we have to be clever put ourselves in any condition.

Urban and Rural Society



Urban and Rural Society
The people that construct the togetherness life have manufactured the cultural set consisted of seven unsure that are language, religion, art, knowledge, technology, occupation, and social organization system. Those cultures will affect the individual personality, especially the new generation accumulatively and comprehensively so that in their growing process, these new generation is formed by the people directly. On the other hand, the culture is influenced by the society through the socializations. There are some basic differences distinguished the urban and rural society.
Rural society life is still strong by the mutual assistance in doing every single activity, either individual or particular activity. This culture will influence and construct the rural with the high-solidarity, sacrifice-willing, thoughtful through the social problem, as well respect the high-togetherness amongst others. Also in the rural society there are such a culture following their forefathers’ customs and rituals. This sort of culture causes the rural people to have plain and honest personality, religious, magic, and obedient to the social norms. They feel taboo on doing things opposite towards the norms.
On the other hands the urban society which are more complex and more progressive, have different characteristics from the rural. The urban have a morals system which gives award towards the human’s dignity is no more based on their behavior, but according to their ability, achievement as well as riches. This system will affect their personality; time-esteem, high-progress, and lack of togetherness-esteem. Besides, in the urban society there is a high life competition, it means that the rigorous rivalry can influence the urbanites’ personality which is restricted, individualistic, and brave to violate norms.
From the above explanation, it can be concluded that the individual personality is influenced by the culture within the society. Indeed, the cultural structure will not be absorbed entirely and accepted by a person, but at least there are some orientated certain values and they will be a basis to determine attitude of behaving so that created specific attitude called personality.

CERPEN VIMOSAA


ALL ABOUT VIMOSA

VIMOSA , apa sih VIMOSA itu .. nama band , artis atau klub sepak bola yaa ? -,- kayak nya bukan deh , terlalu bagus . VIMOSA itu singkatan dari nama kami , Vaya , Indri , Mutia , Okvi , Sari dan Anjun . VIMOSA itu bukan gank VIMOSA juga bukan kumpulan anak-anak iseng yang kurang kerjaan . hehe VIMOSA terdiri dari sekumpulan pelajar SMA yang lumayan oke lah .. masalah pelajaran oke banget , pergaulan oke , masalah cowok hmm .. gak terlalu menguasai sih . hehe 
VIMOSA tidak terbentuk begitu saja , VIMOSA terbentuk dari keakraban personilnya , walaupun sifat kami gak sama , tapi klo ngobrol kita nyambung . Awal nya memang kami tidak saling kenal , hanya Mutia dan Anjun yang sudah akrab karena mereka berasal dari SMP yang sama . Pertama kali kami bertemu pun kami tidak tahu satu sama lain . Namun lama-kelamaan kami semakin akrab dan semakin kompak .
Dulu waktu kelas 10, kami semua masuk kelas yang sama, yaitu 10.1.Pada awalnya kami tidak pernah ngobrol serius.Saat itu kami masih bergerombol dengan teman se-SMP kami.Tepat bulan Agustus, untuk menyambut hari Pramuka, sekolah kami mengadakan PERSAMI. Saat itu kami satu regu, hanya Mutia yang tidak satu regu dengan kami , entah dengan alas an apa.
Sejak PERSAMI itulah kami menjadi semakin akrab.Sebelumnya tak pernah terfikir di benak kami akan membentuk VIMOSA. Tapi memang kami akrab dan kompak.




Semenjak terbentuknya VIMOSA, kami selalu bersama baik dalam kegiatan sekolah maupun kegiatan luar sekolah.Walaupun kami tergabung dalam VIMOSA ,kami tetap tidak lupa dengan teman-teman kami lainnya.Kami berteman dengan siapa saja yang mau berteman dengan kami . :D
Personil VIMOSA punya sifat yang berbeda-beda ( iya lah pastinya, ga mungkin sifatnya sama, hehe ).Pada awalnya sih sifat asli dari masing-masing kami belum terlihat, wajarlah namanya juga bisa dibilang baru saling kenal satu sama lain.Yah,,,VIMOSA masih fine-fine aja.
Seiring berjalannya waktu, dari VIMOSA yang awalnya fine-fine aja sekarang mulai muncul konflik kecil-kecilan diantara kami.Entah soal egoisme atau yang lainnya.Maklum baru menginjak masa remaja, jadi hal kecil aja jadi problem.
Konflik yang muncul biasanya karena perbedaan pendapat, seperti yang terjadi antara Okvi dan Vaya yang memang duduk sebangku.Oik , panggilan gokil Okvi punya sifat cerewet and egois ( huhhh ) sedangkan Vaya punya sifat polos. Mereka sering berantem hanya gara-gara hal sepele.Tapi, namanya juga anak SMA, baru berantem bentar aja udah baikan lagi.Gak bisa deh kayaknya lama-lama berantem.Konflik kecil yang masih sering terjadi itu kami anggap hal sepele , “ Alah, cuma gitu aja “
Setahun berlalu , kami lewati hari-hari bahagia dan sedih bersama-sama di kelas 10. Sekarang kami duduk dibangku kelas 11 , kami berada dikelas yang berbeda. Okvi dan Anjun dikleas IPA1 sedangkan Vaya,Indri,Mutia dan Sari dikelas IPA2.
Sejak berbeda kelas hubungan kami jadi agak renggang dari situ konflik besar muncul, kami hanya memikirkan ego masing-masing .
VIMOSA juga hampir bubar. Diawali dari pertengkaran antara Okvi dan Anjun yang gak jelas masalahnya. Okvi menceritakan permasalahannya kepada kami seakan-akan Anjun adalah sumber masalahnya. Kami percaya pada Okvi karena beberapa hari itu juga sikap Anjun cuek pada kami dan gak pernah mau kumpul bareng lagi.
Untung saja gak semua dari kami egois,Vaya punya inisiatif mencoba untuk menasehati Anjun untuk tidak bersikap seperti itu,karena dalam persahabatan itugak boleh saling benci,kita itu harus kompak seperti dulu.Anjun menerima semua nasehat Vaya,dia juga mengaku salah dan dia lalu minta maaf dengan kami semua. Dia benar-benar menyesali perbuatannya hingga air mata mengalir dipipi chubbynya. Kami memaafkan Anjun karena kami tidak mau memperpanjang masalah di antara kami.
Setelah itu,kami menjalani hari seperti biasanya. Beberapa hari kemudian,masalah yang sama terulang kembali. Lagi-lagi Anjun yang bikin gara-gara. Kami gak tau gimana jalan pikiran dia. Hufft….what she want ?? We never know…
Kami semakin tidak mengerti sama Anjun,karena tingkahnya yang gak jelas semakin menjadi-jadi. Sebenarnya kami gak pernah punya niat buat jauhin dia,namun tingkahnya itu yang membuat kami ill feel.
Anjun itu orangnya bisa dibilang pendiam,namun dibalik kediamannya itu ada hal negatif yang bikin kami segan. Dia sosok yang tertutup akan masalahnya,diantara kami semua. Kadang dia malah milih orang lain untuk mendengarkan ceritanya dibanding dengan kami. Mungkin dalam pikirannya kami ini bukan teman yang baik dan tidak bisa mengerti akan masalah yang dia alami.
Semenjak kami duduk di IPA2, kami punya teman yang care sama kami. Ia bernama Annisa. Hampir setiap saat kami bersamanya dan semakin hari kami semakin akrab,Annisa itu orangnya baik dan kami juga nyaman bertaman dengan dia.
Kami pernah ngomong sama Anjun, klo dia gak bisa merubah sikapnya, kami bakal menjauh dulu sampai sikapnya berubah jadi lebih baik lagi. Sebenarnya kami gak tega ngelakuin itu sama Anjun, tapi mau gimana lagi, anggap-anggap itu kartu kuning buat Anjun. Gimana nggak ?? selama setahun kita udah bareng-bareng, msa iya mau pisah gitu aja.
Tapi sampai sekarang kami belum menggantinya,tapi tentu Annisa menjadi bagian dari VIMOSA, jadi sekarang VIMOSA menjadi VIMOSAA (hehe.. A-nya dobel ). Masih banyak tanda tanya besar yang harus kami jawab atas masalah yang terjadi diantara VIMOSA.
Kami gak mau cuma gara-gara hal sepele, persahabatan kami hancur. Kita gak mau komitmen untuk menjadi satu rusak gara-gara hal gak penting. Karena hal itu amat berharga bagi kami,SAHABAT SELAMANYA !!!
Persahabatan kami memang rumit, kadang seneng, kadang sedih, tapi yang jelas lebih banyak senengnya. Tapi walau banyak masalah, kami tetap saling menyayangi. Sampai saat ini dan kami harap selamanya VIMOSAA tetap mendapat tempat terbaik dihati kami. 




PROFIL “VIMOSAA”

% PROFIL VAYA %
Nama Lengkap : Vaya Rienka Gitri
Nama Panggilan : Vaya
TTL : Purbolinggo,28 Juli 1994
Agama : Islam
Hobby : Jalan-jalan,maen,OL
Cita-cita : Naekin Ortu haji & AKBID
Alamat FB : Vaya N’na Vimosa
Motto : BE YOUR SELF !



% PROFIL INDRI %
Nama Lengkap : Indrian Widia Ningrum
Nama Panggilan : Indri
TTL : Notoharjo,21 Februari 1994
Agama : Islam
Hobby : Baca buku, maen+novi







Cita-cita : Dokter
Alamat FB : Indri Widia Vimosa
Motto :Jalani hidup ini apa adanya…
Roda itu berputar, jadi pasti ada saatnya kita mendapatkan hak kita masing-masing.


% PROFIL MUTIA %
Nama Lengkap : Mutia Retno Maharti
Nama Panggilan : Mutia
TTL : Lahat, 17 Agustus 1994
Agama : Islam
Hobby : Baca buku, nonton Sepakbola
Cita-cita : Ahli Astronomi
Alamat FB : Mutia Retno Maharti
Motto : Berikanlah yang terbaik untuk hidupmu hari ini.


%PROFIL OKVI %
Nama :Okvi Sumawarni
Nama panggilan :Oik
TTL :Baradatu, 12Oktober 1994
Agama :Islam
Hobby :Baca novel,nyanyi,browsing
Cita-cita :Jadi pengusaha / PNS
Alamat FB :Okvii Viie Vimosa
Motto :Ga perlu jadi orang lain yang menurut kita orang tersebut lebih baik dari kita :D


%PROFIL SARI%
Nama :Sari Widayani
Nama panggilan :Sari
TTL :Metro, 15 Mei 1994
Agama :Islam
Hobby :Berbagi pengalaman
Cita-cita :Guru
Alamat FB :Sari Vimosa Noboynocry
Motto :”Jangan meludah di air tenang”
Maksudnya………..( piker aja sendiri)

%PROFIL ANJUN%
Nama :Anisjun Antusias
Nama panggilan :Anjund
TTL :Trimurjo, 6 Juni 1994
Agama :Islam
Hobby :Tidur
Cita-cita :Pegawai pemerintahan, BUMN
Alamat FB :anis-chubby@ymail.com
Motto : saya kadang merasa sering dikecewakan dengan orang terdekat saya, terlebih dengan orang tua.Mungkin orang mengira saya itu biasa aja, tapi saya……
Ya sudahlah…hadapi dengan senyuman :D

%PROFIL ANNISA%
Nama :Annisa Amelia
Nama panggilan :Nisa
TTL :Bogor, 04 Mei 1994
Agama :Islam
Hobby :Nonton drama Korea
Cita-cita :Jadi orang sukses
Alamat FB :Annisa Amelia
Motto :Menjadi diri yang lebih baik

FOTO VIMOSAA


Konjungsi dalam Bahasa Indonesia



1.      Pengertian Konjungsi
Konjungsi dapat diartikan sebagai kata penghubung atau kata sambung[1]. Dalam tata bahasa konjungsi bertugas atau berfungsi untuk menghubungkan sebuah konstituen dengan konstituen lainnya. Konstituen yang dimaksud dapat berupa kata, frase, klausa maupun kalimat.
Contoh :
·         Ibu dan ayah pergi ke kota.
·         Ibunya guru Bahasa Indonesia dan ayahnya guru Bahasa Inggris.
Konjungsi dan pada kalimat pertama berfungsi menghubungkan kata dengan kata, sedangkan dalam kalimat kedua berfungsi menghubungkan klausa dengan klausa.
Bentuk bahasa yang ditemukan dalam bahasa-bahasa yang berbeda tergantung dari tipologinya[2].
Indonesia
John, istrinya, anaknya, dan kemenakannya sedang pergi.
Inggris
John, his wife, his son, and his nephew are out.
Misalnya, dalam Bahasa Indonesia maupun dalam Bahasa Inggris, frasa konjungsional dengan nomina lebih dari dua, konjungsi dan/and tidak wajib hadir kecuali didepan nomina terakhir.
Indonesia
Bapak ibu; suami isteri


Tok Pisin
meri pikin                          bratasusa                     Papua Niugini
ibu anak                             kakak:beradik              Papua Niugini
‘ibu dan anak-anak’          ‘kakak beradik’           ‘Papua Nugini
manmeri                                                    mankimeri
laki-laki;perempuan                                   anak;laki-laki;anak;puteri
‘laki-laki;perempuan’                                ‘anak-anak, laki-laki dan puteri’
pamamama                                               mamapapa
ayah;ibu                                                     ibu;ayah
‘ayah dan ibu’; ‘orang tua’                        ‘ayah dan ibu’; ‘orang tua’
2.      Pembagian Konjungsi
a.       Berdasarkan kedudukan konstituen yang dihubungkan
Dilihat dari kedudukan konstituen yang dihubungkan, dibedakan adanya dua macam konjungsi yaitu :
1)      Konjungsi Koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua konstituen atau lebih yang kedudukannya sederajat. Konjungsi yang termasuk golongan ini adalah :
a)      Dan, untuk menyatakan hubungan penjumlahan.
Contoh : Mutia dan Dinda adalah saudara kandung.
b)      Tetapi, melainkan, dan sedangkan, untuk menyatakan hubungan pertentangan.
Contoh : Lidia tidak suka minum kopi, melainkan suka minum teh.
c)      Atau, untuk menyatakan hubungan pemilih.
Contoh : Dia masih bingung memilih antara pergi atau tidak.
d)     Kemudian dan lalu, untuk menyatakan hubungan urutan.
Contoh : Pulang dari sekolah dia langsung makan kemudian tidur siang.

e)      Bahkan,  untuk menyatakan hubungan menguatkan.
Contoh : Aku sangat marah padanya bahkan sekarang aku sangat benci padanya.
Konjungsi koordinatif selalu menghubunkan dua konstituen oleh karena itu letaknya tidak mungkin pada awal kalimat.
2)      Konjungsi Subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua konjungsi yang kedudukannya tidak sederajat. Konstituen yang satu menjadi konstituen atasan yang bebas, dan konstituen yang lain menjadi konstituen bawahan yang kedudukannya tergantung pada konstituen pertama. Konjungsi yang termasuk golongan ini adalah :
a)      Jika, kalau, jikalau, asal, andaikata, seandainya, apabila dan bila, untuk menghubungkan pernyataan persyaratan.
b)      Karena dan sebab, untuk menghubungkan pernyataan sebab.
c)      Sampai dan hingga, untuk menghubungkan pernyataan batas.
d)     Sehingga, untuk menghubungkan pernyataan akibat.
e)      Sejak dan semenjak, untuk menghubungkan pernyataan waktu.
f)       Setelah, sesudah, sebelum, sewaktu, dan waktu, untuk menghubungkan pernyataan pertalian waktu dan peristiwa.
g)      Biarpun, meskipun, sungguhpun, dan walaupun, untuk menghubungkan pernyataan kesungguhan.
h)      Agar  dan supaya, untuk menyatakan hubungan maksud.
Semua konjungsi yang menyatakan hubungan persyaratan dapat menduduki posisi awal dan tengah kalimat.
Contoh :
·         Kalau diundang, saya akan datang.
·         Saya akan datang kalau diundang.
Konjungsi yang menyatakan sebab yaitu karena dapat menduduki posisi awal dan tengah kalimat, tetapi konjungsi sebab hanya dapat menduduki posisi tengah, tidak dapat menduduki posisi awal.

Contoh :
·         Dia tidak datang sebab dilarang oleh ibunya.
·         Sebab dilarang oleh ibunya dia tidak datang. [?]
Hal tersebut terjadi karena kata sebab memiliki makna ‘sebab’ sebagai kata benda. Bandingkanlah kata sebab dalam kalimat dibawah ini yang dapat diterima dan kata karena yang tidak dapat diterima, karena dalam kalimat tersebut sebab adalah kata benda dan kata karena bukan kata benda.
·         Sebutkan sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro.
·         Sebutkan karena-karena terjadinya Perang Diponegoro.[?]
Konjungsi yang menyatakan hubungan batas yaitu hingga dan sampai dapat berposisi pada awal maupun tengah kalimat.
Contoh :
·         Sampai saat ini, dia masih terbaring sakit di rumah sakit.
·         Dia masih terbaring sakit di rumah sakit sampai saat ini.
Konjungsi yang menyatakan hubungan akibat hanya dapat menduduki posisi tengah, tidak dapat menduduki posisi awal. Hal tersebut dapat diterima karena suatu akibat baru terjadi setelah ada penyebabnya.
Contoh :
·         Masih banyak orang yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas sehingga kecelakaan lalu lintas terjadi hampir setiap hari.
·         Sehingga kecelakaan lalu lintas hampir terjadi setiap hari, masih banyak orang yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas.[?]
Konjungsi yang menyatakan hubungan pertalian waktu kejadian dan yang menyatakan hubungan kesungguhan dapat menduduki posisi awal maupun tengah kalimat.

Contoh :
·         Sesudah makan siang, kami segera berangkat ke Palembang.
·         Kami segera berangkat ke Palembang sesudah makan siang.
·         Meskipun dilarang ibu, dia tetap pergi ke Jerman.
·         Dia tetap pergi ke Jerman meskipun dilarang ibu.
b.      Berdasarkan Tugasnya
Berdasarkan tugasnya konjungsi dapat dibagi menjadi dua,  yaitu :
1)      Konjungsi Intrakalimat
Konjungsi intrakalimat yaitu konjungsi yang bertugas didalam kalimat untuk menghubungkan konstituen-konstituen yang menjadi bagian dari sebuah kalimat. Yang termasuk dalam konjungsi intrakalimat adalah konjungsi-konjungsi koordinatif dan konjungsi-konjungsi subordinatif.
2)      Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi yang menghubungkan kalimat baik dalam satu paragaraf maupun diantara dua paragraf. Yang termasuk dalam konjungsi antarkalimat adalah :
a)      Jadi, dengan demikian, kalau begitu, untuk menyatakan hubungan kesimpulan.
b)      Oleh karena itu, karena itu, dan sebab itu, untuk menyatakan akibat.
c)      Meskipun demikian dan walaupun begitu, untuk menyatakan hubungan pertentangan.
d)     Sesudah itu dan selanjutnya, untuk menyatakan hubungan urutan.
e)      Itulah sebabnya dan karena itulah, untuk menyatakan alasan atau sebab.
Sebagai konjungsi antarkalimat, tentu saja posisi konjungsi ini selalu berada pada awal kalimat[3], tetapi bukan kalimat pembuka paragraf. Konjungsi antar kalimat selalu berada sesudah adanya pernyataan yang telah diungkapkan dalam kalimat lain.
Contoh :
·         Bulan lalu kau pinjam uangku Rp 10.000, minggu lalu pinjam lagi Rp 20.000, sekarang pinjam lagi Rp 50.000. Jadi, hutangmu padaku berjumlah Rp 80.000.
·         Dia pernah menipu saya, pernah juga membohongi ayah saya, dan pernah pula mencuri uang ibu saya. Karena itu, saya tidak suka kepadanya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konjungsi yang tidak bisa menduduki posisi awal adalah :
Ø  Konjungsi yang menyatakan hubungan koordinatif, seperti dan, atau, tetapi, dan kemudian.
Ø  Konjungsi yang menyatakan hubungan akibat, yaitu sehingga.
Sedangkan yang meyatakan hubungan antarkalimat dapat berada pada posisi awal asalkan dimukanya telah ada kalimat atau uraian lain. Permasalahannya sekarang, mengapa dalam praktek berbahasa sekarang (dalam bahasa tulis) banyak sekali kita jumpai kalimat yang diawali dengan penghubung seperti sehingga, dan, tetapi, karena, dsb yang sebenarnya tidak boleh menduduki posisi awal kalimat. Sebagai contoh, berikut ini ditampilkan beberapa kalimat yang dimaksud :
·         Saya baru dua hari di Jakarta. Dan belum sempat kemana-mana.
·         Kalau dipaksa tentunya akan dikerjakan juga. Tetapi hasilnya tentu saja kurang baik.
·         Anak itu menjadi bandel dan keras kepala. Karena dirumah selalu dimanjakan.
Kesalahan penggunaan konjungsi dan, tetapi dan karena diatas terjadi karena pengaruh ragam bahasa lisan. Pada kalimat pertama misalnya, pengucapan kalimat “Saya baru dua hari di Jakarta” diucapkan dengan jeda yang terlalu lama sebelum dilanjutkan dengan bagian kalimat “Belum sempat kemana-mana”. Akibatnya, setelah frase “di Jakarta”, dalam bahasa tulis bukan diberi koma, tetpi diberi tanda titik. Lalu, karena diberi tanda titik berarti kalimatnya selesai. Untuk memulai lagi kata dan ditulis dengan huruf kapital. Maka terjadilah kesalahan tersebut, konjungsi dan menduduki posisi awal kalimat. Begitu pula proses terjadinya kesalahan pada kalimat kedua dan ketiga.
Bahasa lisan memang lebih longgar dalam penggunaan kaidah bahasa[4], sedangkan bahasa tulisan lebih terikat dengan aturan kaidah, terutama dengan kaidah ejaan. Oleh karena itu, bahasa tulisan bukanlah bahasa lisan yang dituliskan. Bahasa tulisan harus ditata bukan hanya ejaannya saja,, tetapi juga mengenai strukturnya.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul, 1993, Gramatika Bahasa Indonesia, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hatikah Tika,2007,  Basis Bahasa Indonesia, Jakarta : Penerbit Erlangga
Verhaar J.W.M, 2010, Asas-Asas Linguistik Umum, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press


[1] Chaer Abdul, Gramatika Bahasa Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1993, 110
[2] Verhaar J.W.M, Asas-Asas Linguistik Umum, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2010, 345
[3] Hatikah Tika, Basis Bahasa Indonesia, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2007, 74
[4] Chaer Abdul, Gramatika Bahasa Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1993, 114